Barajah atau istilah lainnya bawafak bisa ditemui hampir diberbagai
pelosok Pahuluan. Biasanya diberbagai daerah diyakini banyak Tuan Guru
yang dipercaya bisa marajah atau membuat wafak. Rajah atau wafak
merupakan sebuah tulisan, lebih mirip lukisan atau kaligrafi. Biasanya
menggunakan huruf, angka, dan simbol-simbol sarat makna dan mengandung
sir atau rahasia. Maknanya hanya bisa dipahami orang-orang tertentu.
Ada berbagai macam jenis rajah sesuai dengan kegunaannya masing-masing.
Ada untuk kekebalan, wibawa, berdagang, menjaga rumah, dan agar
disayang suami atau isteri. Karena itulah, orang membuat rajahan
diberbagai tempat. Ada yang di tubuh, lidah, cincin, kertas, senjata
tajam, kaos singlet, dan berbagai tempat lainnya. Bahkan ada juga yang
dirajah di (maaf) kemaluannya. Semuanya tergantung jenis serta untuk apa
rajah tersebut digunakan.
Untuk membuat rajah, ada berbagai media atau alat yang biasa digunakan
seorang kiai atau di Banua dikenal sebagai Tuan Guru. Dulu, orang
barajah biasanya menggunakan dawat (sejenis arang) yang dicampur dengan
minyak zaitun, hajar aswad, dan kelambu ka’bah yang dimasukkan ke dalam
cupu atau botol kecil tempat minyak.
Bahan-bahan yang sudah dicampur dan diberikan do’a-do’a khusus
dituliskan ke badan dan anggota tubuh lainnya menggunakan sagar hanau
(duri pohon enau), atau bisa juga dengan bilah kayu kecil. Bahkan, ada
pula yang menggunakan pisau. Kini, seiring waktu, banyak orang yang
membuat rajah dengan menggunakan media modern seperti spidol dan pulpen.
H Muhlis, atau akrab disapa Guru Muhlis, salah seorang yang biasa
membuat rajah di daerah Kandangan, mengaku sering didatangi orang dari
berbagai pelosok. Mereka datang meminta tubuhnya dirajah. Adapula yang
ingin dirajah di tempat lain seperti di baju, cincin, senjata tajam,
atau kertas biasa. Ada juga yang ingin dibuatkan rajah di kayu atau
dibuatkan camati dan juga babasal (rajah yang dililitkan di pinggang).
Khusus untuk camati atau babasal, biasanya memakan waktu lama. Bahkan
bisa berbulan-bulan. Hal itu, menurut Guru Muhlis disebabkan, dalam
proses pembuatannya tidak bisa sembarangan dan harus mencari waktu yang
tepat. Untuk rajah ditubuh biasanya tidak memerlukan waktu lama. Hanya
memerlukan waktu beberapa menit.
Menurut Guru Muhlis, untuk bisa mebuat rajah seseorang haruslah
memahami betul berbagai jenis rajah dan kegunaannya. Selain itu, si
pembuat haruslah mendapatkan izin dari seorang Guru. “ Tidak sembarang
orang bisa membuat rajah, harus punya ‘ijazah’ atau ‘izin’,” ujarnya.
Setiap hari, ada saja orang yang datang ke rumah Guru Muhlis di
pedalaman Kandangan meminta dibuatkan rajah. Ada yang ingin agar
disayang suami, untuk kekebalan, dan menjadi pejabat. Semua yang datang,
siapapun orangnya, selalu dilayani Guru Muhlis dengan ramah.
Sebelum dibuatkan rajah, ada juga orang yang dimandikan terlebih
dahulu. Namun mandinya tak asal mandi. Seseorang yang dimandikan wajib
mengenakan kain penutup aurat berwarna putih. Posisinya jongkok sambil
menginjak senjata tajam seperti parang, dan menghadap matahari hidup
(terbit).
Usai mandi, kemudian seseorang disuruh masuk ke dalam ruangan khusus
untuk dirajah. Saat membuat rajah, seperti di tubuh, biasanya seseorang
menghadap kiblat dengan posisi duduk bersila. Setelah membaca do’a
khusus, kemudian sang pembuat mulai marajah tubuh orang tersebut.
Kebanyakan dimulai dengan punggung, lalu ke dahi, kepala, hingga
tangan. Usai itu, biasanya orang tersebut diberikan beberapa pesan
mengenai pantangan. Untuk masalah pantangan, tidak jauh berbeda dengan
ilmu lain. Biasanya segala larangan agama seperti berzina, serta
minum-minuman keras adalah pantangan yang wajib ditaati. Selain itu,
usai dirajah, seseorang biasanya dilarang mandi dulu untuk beberapa jam.
Karena itulah, biasanya orang marajah pada sore atau malam hari.
Dalam masyarakat Islam sendiri, ada perbedaan pendapat mengenai
barajah. Ada yang berpendapat bahwa barajah atau bawafak adalah
perbuatan syirik. Namun ada juga yang berpendapat sebaliknya dan menilai
hal itu hanya merupakan bagian budaya Banjar yang tak lekang oleh
waktu. Bagi mereka yang percaya, barajah tidak lantas membuat seseorang
menggantungkan nasib dan keberuntungannya pada rajah itu sendiri.
Namun, rajah bagi mereka adalah bagian dari ikhtiar atau usaha yang
memang wajib dilakukan seseorang. Soal nasib itu hal lain. Bagi
orang-orang yang percaya pada keampuhan rajah, segala sesuatu memang
tidak akan memberikan bekas, kecuali atas izin dan kehendak Tuhan Yang
Maha Kuasa atas segala sesuatu.***
Sumber : Tabloid Urbana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar