“MANDI TAGUH”
Oleh: Om’Cing Hariez (Admin FB: Komunitas Pemerhati Adat dan Budaya Indonesia)
Masyarakat Banjar kaya dengan berbagai fenomena dan ritual budaya yang
bersifat khas. Salah satu di antaranya adalah ritual mandi taguh atau
mandi kebal, yang dilakukan untuk mendapatkan kekebalan tubuh terhadap
senjata tajam maupun senjata api.
Dalam tutur sejarah lisan Banjar, tokoh yang terkenal memiliki dan
dianggap sebagai ikon dalam ilmu kekebalan tubuh dimaksud adalah Datu
Karipis, yang kebal kulitnya, tahan dari senjata tajam maupun senjata
api dan dikatakan seperti besi badannya. Datu Karipis berasal dari
daerah Muning, Tatakan, Rantau. Oleh masyarakat Muning, dia diyakini
sebagai salah seorang murid (murid yang keempat) dari Datu Suban, yang
merupakan mahaguru dari para datu di Muning.
Sebagai salah satu dari ilmu kebatinan yang ada di Kalimantan dan
dimiliki oleh orang-orang zaman dulu sebagai syarat kehebatan,
keperkasaan, alat pelindung diri, dan menjadi andalan para pejuang
Banjar dalam merebut kemerdekaan dari penjajahan, ilmu kebal dipercaya
hanya dimiliki oleh orang-orang tertentu saja. Bahkan ada anggapan, jika
ilmu kebal hanya didapat dan diwariskan berdasarkan garis keturunan.
Dalam kepercayaan masyarakat Banjar orang yang memiliki ilmu
kekebalan itu bisa dibagi menjadi dua kelompok. Pertama, kelompok yang
kebal tubuhnya sejak pertama kali dilahirkan, sebab ketika dia lahir
dalam keadaan terbungkus oleh kulit atau yang sering disebut orang
Banjar “lahir bakulubut”. Disebut dengan taguh bungkus atau taguh
basalumur. Kedua, kelompok yang memiliki ilmu kebal setelah melalui
proses tertentu. Untuk mendapatkan kekebalan tubuh, memang banyak ritual
yang biasa dilakukan oleh orang Banjar.
Pertama, ada yang mendapatkan kekebalan tubuh dimaksud karena memakai
jimat-jimat tertentu yang berwujud wafak-wafak. Rumusan-rumusan wafak
ditulis di atas kertas, di atas baju dalam pria (baju barajah/ baju
bawafak) atau dituliskan (dirajahkan) pada punggung, ditulis di cincin
atau benda lainnya. Wafak yang ditulis di atas kertas dan dibungkus
dengan kain kuning atau kain hitam disebut jimat. Jimat ini biasanya
ditaruh di peci, dikalungkan atau ditaruh di kantong baju. Ada juga yang
dijadikan ikat pinggang yang disebut babatsal. Ada juga wafak yang
ditulis di atas kertas lalu diuntal (ditelan).
Kedua, ada yang mendapat kekebalan tubuh karena memakai benda-benda
tertentu yang dianggap mengandung aura gaib dan kesaktian (mana),
misalnya picis mimang, rantai babi, cemeti, besi kuning atau wasi tuha,
mustika ular, dan lain-lain. Rantai babi adalah benda yang terdapat di
leher salah seekor babi liar (rajanya). Besi kuning adalah besi yang
ditemukan dalam sarang tabuan pipit yang sudah sangat tua. Tabuan pipit
adalah sejenis lebah penyengat yang sangat berbisa, dan besi kuning
konon adalah batu tempat mengasah sengatnya. Wasi tuha (besi tua) adalah
sebutan untuk senjata kuno yang diwarisi turun-temurun, seperti keris,
parang bungkul, mandau, tombak, badik, taji, dan lain-lain.
Ketiga, mereka yang kebal karena meminum minyak-minyak sakti seperti
minyak gajah, minyak rangka hirang dan atau minyak bintang. Bisa juga
dengan menelan benda-benda tertentu (untalan).
Keempat, mereka yang memiliki kekebalan tubuh dengan cara melakukan
pertapaan atau semedi dengan mengamalkan bacaan-bacaan tertentu secara
berulang-ulang, yang dalam bahasa Banjar disebut dengan balampah.
Balampah juga sering berarti berpantang sesuatu selama waktu tertentu
dalam rangka mencapai sesuatu. Menurut cerita, kegiatan balampah untuk
memperoleh kekebalan konon banyak dilakukan orang Banjar pada saat
perang kemerdekaan dan perang dengan Portugis (tahun tujuh puluhan.
Sehingga, pada tahun tujuh puluhan, banyak orang datang ke Kampung Dalam
Pagar (Martapura) guna memperoleh jimat, baju bawafak atau barajah,
babatsal, dan yang lainnya untuk mendapatkan kekebalan.
Kelima, mereka yang memiliki kekebalan karena mengamalkan bacaan
tertentu (melalui wiridan), antara lain yang berwujud ayat Alquran, Hizb
(pertahanan), syair atau pantun, dan bacaan-bacaan lain yang terkadang
dicampur dengan rumusan bahasa Banjar.
Keenam,mereka yang mendapatkan kekebalan tubuh melalui ritual mandi, yang disebut dengan mandi taguh atau mandi kebal.
Umumnya, ritual mandi taguh dilakukan oleh mereka yang ingin
bepergian jauh (madam) baik dalam rangka untuk menuntut ilmu maupun
berusaha (berdagang, mendulang), mereka yang akan melaksanakan tugas
berat (misalnya tentara atau polisi yang ditugaskan di daerah-daerah
konflik) atau mereka yang merasa terancam jiwanya.
Menurut informasi, kitab-kitab klasik, seperti Taj al-Muluk, Dhairoby,
Syamsul Ma’arif, Mujarabat, Senjata Mu’min, Aufaq al-Gazali dan
sejenisnya merupakan referensi utama guru pemandian dalam mempelajari
dan mendasari hal-hal yang harus dilakukan ketika melaksanakan prosesi
mandi taguh.
Mengapa, mandi menjadi salah satu media penting bagi orang Banjar
untuk mendapatkan kekebalan tubuh? Dalam pemahaman masyarakat Banjar,
air menjadi sebuah media penting untuk mendapatkan penyembuhan atau
suatu kekuatan, termasuk kekebalan tubuh. Orang Banjar meyakini, karena
manusia berasal dari air, maka air pulalah yang menyebabkan dia menjadi
seorang yang memiliki kekuatan tertentu. Air tidak bisa dipatahkan, air
tidak bisa ditebas dengan pedang, ditombak, dan seterusnya, air akan
tetap kembali ke bentuknya semula. Boleh jadi pemahaman ini akhirnya
mendorong orang Banjar melakukan ritual mandi taguh untuk mendapatkan
kekebalan tubuh.
Adanya pemakaian tulisan Arab dan bacaan-bacaan yang dibaca dalam
bahasa Arab, menyiratkan adanya pengaruh Islam terhadap prosesi atau
ritual mandi taguh. Walaupun, pemakaian benda-benda yang lain, seperti
kain kuning, mantra, dan sebagainya juga menyimbolkan adanya pengaruh
dari Hindu-Budha, Animisme dan Dinamisme. Namun, masing-masing dari
pengaruh tersebut terlihat dari orang yang melaksanakan ritual dan
jalannya prosesi mandi taguh (pemandian). Di sini, terlihat bahwa ritual
mandi taguh mengalami sinkritis antara ajaran Hindu-Budha,
Animisme-Dinamisme dengan Islam.
Mandi taguh memperlihatkan adanya sebuah ritual khas yang telah
dilakukan sejak masa dulu hingga sekarang oleh orang Banjar untuk
melindungi diri mereka dari serangan senjata tajam.
Sampai kapankah ritual budaya ini dapat bertahan? Tentunya apapun ritual
yang dilakukan dengan tujuan untuk melindungi diri semata-mata semuanya
karena izin Allah SWT.
(Berbagai sumber)
Artikel kamu bagus gan! aku selalu menunggu artikel kamu.. Seperti artikel berjudul Tafsir Mimpi Tuyul
BalasHapus