Rabu, 27 November 2013

Bamandi Taguh

“MANDI TAGUH”
Oleh: Om’Cing Hariez (Admin FB: Komunitas Pemerhati Adat dan Budaya Indonesia)
Masyarakat Banjar kaya dengan berbagai fenomena dan ritual budaya yang bersifat khas. Salah satu di antaranya adalah ritual mandi taguh atau mandi kebal, yang dilakukan untuk mendapatkan kekebalan tubuh terhadap senjata tajam maupun senjata api.
Dalam tutur sejarah lisan Banjar, tokoh yang terkenal memiliki dan dianggap sebagai ikon dalam ilmu kekebalan tubuh dimaksud adalah Datu Karipis, yang kebal kulitnya, tahan dari senjata tajam maupun senjata api dan dikatakan seperti besi badannya. Datu Karipis berasal dari daerah Muning, Tatakan, Rantau. Oleh masyarakat Muning, dia diyakini sebagai salah seorang murid (murid yang keempat) dari Datu Suban, yang merupakan mahaguru dari para datu di Muning.
Sebagai salah satu dari ilmu kebatinan yang ada di Kalimantan dan dimiliki oleh orang-orang zaman dulu sebagai syarat kehebatan, keperkasaan, alat pelindung diri, dan menjadi andalan para pejuang Banjar dalam merebut kemerdekaan dari penjajahan, ilmu kebal dipercaya hanya dimiliki oleh orang-orang tertentu saja. Bahkan ada anggapan, jika ilmu kebal hanya didapat dan diwariskan berdasarkan garis keturunan.
Dalam kepercayaan masyarakat Banjar orang yang memiliki ilmu kekebalan itu bisa dibagi menjadi dua kelompok. Pertama, kelompok yang kebal tubuhnya sejak pertama kali dilahirkan, sebab ketika dia lahir dalam keadaan terbungkus oleh kulit atau yang sering disebut orang Banjar “lahir bakulubut”. Disebut dengan taguh bungkus atau taguh basalumur. Kedua, kelompok yang memiliki ilmu kebal setelah melalui proses tertentu. Untuk mendapatkan kekebalan tubuh, memang banyak ritual yang biasa dilakukan oleh orang Banjar.
Pertama, ada yang mendapatkan kekebalan tubuh dimaksud karena memakai jimat-jimat tertentu yang berwujud wafak-wafak. Rumusan-rumusan wafak ditulis di atas kertas, di atas baju dalam pria (baju barajah/ baju bawafak) atau dituliskan (dirajahkan) pada punggung, ditulis di cincin atau benda lainnya. Wafak yang ditulis di atas kertas dan dibungkus dengan kain kuning atau kain hitam disebut jimat. Jimat ini biasanya ditaruh di peci, dikalungkan atau ditaruh di kantong baju. Ada juga yang dijadikan ikat pinggang yang disebut babatsal. Ada juga wafak yang ditulis di atas kertas lalu diuntal (ditelan).
Kedua, ada yang mendapat kekebalan tubuh karena memakai benda-benda tertentu yang dianggap mengandung aura gaib dan kesaktian (mana), misalnya picis mimang, rantai babi, cemeti, besi kuning atau wasi tuha, mustika ular, dan lain-lain. Rantai babi adalah benda yang terdapat di leher salah seekor babi liar (rajanya). Besi kuning adalah besi yang ditemukan dalam sarang tabuan pipit yang sudah sangat tua. Tabuan pipit adalah sejenis lebah penyengat yang sangat berbisa, dan besi kuning konon adalah batu tempat mengasah sengatnya. Wasi tuha (besi tua) adalah sebutan untuk senjata kuno yang diwarisi turun-temurun, seperti keris, parang bungkul, mandau, tombak, badik, taji, dan lain-lain.
Ketiga, mereka yang kebal karena meminum minyak-minyak sakti seperti minyak gajah, minyak rangka hirang dan atau minyak bintang. Bisa juga dengan menelan benda-benda tertentu (untalan).
Keempat, mereka yang memiliki kekebalan tubuh dengan cara melakukan pertapaan atau semedi dengan mengamalkan bacaan-bacaan tertentu secara berulang-ulang, yang dalam bahasa Banjar disebut dengan balampah. Balampah juga sering berarti berpantang sesuatu selama waktu tertentu dalam rangka mencapai sesuatu. Menurut cerita, kegiatan balampah untuk memperoleh kekebalan konon banyak dilakukan orang Banjar pada saat perang kemerdekaan dan perang dengan Portugis (tahun tujuh puluhan. Sehingga, pada tahun tujuh puluhan, banyak orang datang ke Kampung Dalam Pagar (Martapura) guna memperoleh jimat, baju bawafak atau barajah, babatsal, dan yang lainnya untuk mendapatkan kekebalan.
Kelima, mereka yang memiliki kekebalan karena mengamalkan bacaan tertentu (melalui wiridan), antara lain yang berwujud ayat Alquran, Hizb (pertahanan), syair atau pantun, dan bacaan-bacaan lain yang terkadang dicampur dengan rumusan bahasa Banjar.
Keenam,mereka yang mendapatkan kekebalan tubuh melalui ritual mandi, yang disebut dengan mandi taguh atau mandi kebal.
Umumnya, ritual mandi taguh dilakukan oleh mereka yang ingin bepergian jauh (madam) baik dalam rangka untuk menuntut ilmu maupun berusaha (berdagang, mendulang), mereka yang akan melaksanakan tugas berat (misalnya tentara atau polisi yang ditugaskan di daerah-daerah konflik) atau mereka yang merasa terancam jiwanya.
Menurut informasi, kitab-kitab klasik, seperti Taj al-Muluk, Dhairoby, Syamsul Ma’arif, Mujarabat, Senjata Mu’min, Aufaq al-Gazali dan sejenisnya merupakan referensi utama guru pemandian dalam mempelajari dan mendasari hal-hal yang harus dilakukan ketika melaksanakan prosesi mandi taguh.
Mengapa, mandi menjadi salah satu media penting bagi orang Banjar untuk mendapatkan kekebalan tubuh? Dalam pemahaman masyarakat Banjar, air menjadi sebuah media penting untuk mendapatkan penyembuhan atau suatu kekuatan, termasuk kekebalan tubuh. Orang Banjar meyakini, karena manusia berasal dari air, maka air pulalah yang menyebabkan dia menjadi seorang yang memiliki kekuatan tertentu. Air tidak bisa dipatahkan, air tidak bisa ditebas dengan pedang, ditombak, dan seterusnya, air akan tetap kembali ke bentuknya semula. Boleh jadi pemahaman ini akhirnya mendorong orang Banjar melakukan ritual mandi taguh untuk mendapatkan kekebalan tubuh.
Adanya pemakaian tulisan Arab dan bacaan-bacaan yang dibaca dalam bahasa Arab, menyiratkan adanya pengaruh Islam terhadap prosesi atau ritual mandi taguh. Walaupun, pemakaian benda-benda yang lain, seperti kain kuning, mantra, dan sebagainya juga menyimbolkan adanya pengaruh dari Hindu-Budha, Animisme dan Dinamisme. Namun, masing-masing dari pengaruh tersebut terlihat dari orang yang melaksanakan ritual dan jalannya prosesi mandi taguh (pemandian). Di sini, terlihat bahwa ritual mandi taguh mengalami sinkritis antara ajaran Hindu-Budha, Animisme-Dinamisme dengan Islam.
Mandi taguh memperlihatkan adanya sebuah ritual khas yang telah dilakukan sejak masa dulu hingga sekarang oleh orang Banjar untuk melindungi diri mereka dari serangan senjata tajam.
Sampai kapankah ritual budaya ini dapat bertahan? Tentunya apapun ritual yang dilakukan dengan tujuan untuk melindungi diri semata-mata semuanya karena izin Allah SWT.
(Berbagai sumber)

1 komentar:

  1. Artikel kamu bagus gan! aku selalu menunggu artikel kamu.. Seperti artikel berjudul Tafsir Mimpi Tuyul

    BalasHapus