Kamis, 21 November 2013

Musik Panting

Berurat Berakar di Hulu Sungai Selatan

    Kesenian musik Panting sangat berurat-berakar bagi masyarakat di Hulu Sungai Selatan (HSS) sejak waktu yang sangat lama. Penamaan kesenian ini berdasarkan bahasa daerah masyarakat HSS sendiri yaitu Bahasa Banjar. Panting dalam pengertiannya adalah persamaan dengan kata petik, yaitu membunyikan senar atau tali dengan teknik sentilan.
    Secara umum bentuk alat musik panting ini mirip dengan gitar, bedanya hanya lebih ramping dan kecil. Selain itu pada panting tidak terdapat grif-grif untuk pengatur kunci nada seperti pada gitar. Perbedaan lainnya adalah, senar pada alat musik panting terdiri dari dua bilah senar kembar dengan ukuran nada yang sama dan hanya berjumlah enam bilah dengan tiga nada berbeda.
    Memainkan alat panting sama dengan gitar yaitu dipetik. Seorang yang memainkan musik panting dinamakan pamantingan. Pada awalnya musik panting hanya dimainkan oleh seorang pamantingan yang diiringi oleh seorang yang membawakan lagu atau biduan, baik pria atau wanita. Antara seorang pamantingan dan seorang biduan duduk berdampingan untuk memudahkan mencocokkan lagu dengan petikan panting.
    Pada perkembangan selanjutnya musik panting tidak hanya dimainkan tunggal melainkan sudah dikolaborasi dengan beberapa alat musik lainnya seperti babun, gong, biola, tamborin, dan suling serdam atau suling bambu biasa. Meski musik panting sekarang sudah dikolaborasikan dengan sejumlah alat musik lainnya, namun tidak menghilangkan kekhasan musik panting sebagai musik tradisional.
    Dahulu musik panting lebih digunakan untuk mengiringi tari Japin, saat ini digunakan pula untuk mengiringi berbagai tarian tradisional lainnya seperti Tari Ahui, Tari Tirik, Japin Anak Delapan, dsb.
    Lagu-lagu tradisional dalam musik panting yang biasa dimainkan sejak dahulu sampai sekarang adalah Lagu Dua Sisip, Paris Tangkawang, Hujan Hangat, Marista Bajanji, Lalan Sisip, lagu-lagu Arab dan lagu-lagu yang besifat bebas lainnya.
    Saat ini musik panting tidak hanya untuk mengiringi Tari Japin, tetapi sudah berdiri sendiri sebagai seni musik tradisional. Arena dan fasilitas pagelaran juga tidak lagi terikat dengan ketentuan yang biasa dilakukan pada awal kehadirannya, tetapi sudah disesuaikan dengan perlengkapan penunjang lainnya seperti pengeras suara, panggung tempat pemain musik panting, tempat duduk penonton, dsb.
    Musik panting diperkirakan sudah ada di Kalimatan Selatan sejak abad ke-18 atau jauh sebelumnya, tentu dalam bentuk yang sangat sederhana jika dibandingkan dengan keadaannya yang sekarang.
    Beberapa grup musik panting di Hulu Sungai Selatan yang saat ini masih aktif bermain dan melakukan pembinaan adalah Arjuna Singakarsa di Pandai, Kandangan. Lalu grup Sampuraga di Karang Jawa. Saraba Cakap di Ambarai. Serta Sahibar, Sakawah, Halang Ginari, dan Pancar Nada, semuanya di Desa Tabihi Kec. Padang Batung.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar