Selain
ketupat dan dodol, apabila menyebut nama daerah pahuluan, khususnya
Kandangan, sejurus tentu terbayang kesan keras dan jagau (jagoan). Bukan
hanya itu, urang Kandangan juga dikenal taguh (kebal terhadap berbagai
senjata tajam) dan memiliki berbagai ilmu kedigjayaan lain seperti
kajian gancang (kuat), bisa menghilang, dan ilmu kabibinian (pemikat
perempuan). Kesan ini kian melekat dan akhirnya – sadar tidak sadar dan
mau atau tidak – menjadi salah satu ciri khas urang Kandangan.
Untuk
menjadi taguh terhadap berbagai jenis senjata tajam, ada beberapa cara
yang biasa dilakuakan. Ada yang memperolehnya dengan jalan latihan,
mengolah jiwa dan raga melalui tirakat tertentu seperti kajian ataupun
amalan. Namun ada juga yang melewati jalan instan seperti bauntalan.
Secara
logika, bauntalan mungkin sulit dijelaskan. Namun percaya atau tidak,
bauntalan diyakini sebagian masyarakat bisa menjawab keinginan untuk
taguh (kebal), sugih (kaya), dan gampang untuk mendekati perempuan.
Bagi
masyarakat Kandangan, bauntalan bukan ditujukan untuk menjadi jagoan.
Namun yang terpenting adalah menjaga diri dan martabat keluarga. Orang
biasanya bauntalan, apabila akan meninggalkan kampung halaman seperti
madam ke daerah lain.
Orangtua
di Kandangan, sampai sekarang misalnya, masih ada yang mauntali anaknya
yang akan bersekolah ke daerah lain. Yang masih tinggal di Kandangan
pun, ada juga yang bauntalan. Seperti yang dilakukan Rahman (30). Pemuda
ini mengaku bauntalan untuk menjaga diri. “ Ulun bauntalan gasan jaga
diri haja, kada gasan bajajagauan (saya bauntalan hanya untuk jaga diri,
bukan untuk jadi jagoan),” ujarnya.
Salah
seorang tokoh di Kandangan, yang sangat paham dan lama berkecimpung di
dunia yang berhubungan dengan untalan, Junaidi (50), atau akrab
dipanggil Pambakal Ijun, menyatakan bauntalan tak hanya ada di
Kandangan. Menurut laki-laki yang masih terlihat gagah, meski sudah
cukup berumur, dikenal, dan disegani masyarakat dan para preman ini,
sudah ribuan orang yang datang kepadanya. Mereka antara lain, polisi,
tentara, dan preman.
Menurut
Pambakal Ijun yang dimasa mudanya tinggal di daerah Telaga Langsat dan
dikenal bengal ini, memang yang paling banyak menggunakan untalan adalah
orang Kandangan. Seperti hal yang berbau magis lainnya, kata Pambakal
Ijun, untalan mempunyai dua aliran, hitam dan putih. Yang oleh
masyarakat sering dikenal dengan sebutan untalan kanan kiwa atau
manyalah.
Untalan
ini ada yang berupa minyak, adapula yang berupa barang. Yang berupa
minyak, biasanya dimasukkan dalam botol kecil dan diberi kapas. Kapas
yang menyerap minyak inilah yang diuntal orang. Sedangkan yang berupa
barang, biasanya langsung diuntal atau bisa juga menggunakan media lain
seperti pisang amas.
Ada
banyak sekali untalan jenis putih atau kanan. Beberapa diantaranya
seperti minyak sembilan wali, minyak raja, minyak gangsa, minyak
bintang, mjapahit, minyak bungkang, garanda basi, dsb.
Sama
halnya seperti untalan yang beraliran putih, untalan manyalah juga
mempunyai beragam jenis. Sebut saja karangka hirang, minyak gajah, dsb.
Untalan jenis ini, apabila tidak dikeluarkan, biasanya bisa
mengakibatkan si pemakainya mati penasaran atau menjadi hantu
gentayangan.
Untalan
yang berupa minyak, biasanmya dibuat oleh orang yang berilmu, dengan
jalan balampah. Sebut saja minyak bintang, dibuat melalui proses
tertentu yang cukup memakan waktu. Pada malam bulan purnama, si pembuat
biasanya balampah dengan melakukan ritual tertentu sambil membawa
kaminting (kemiri).
Setiap
ada satu bintang jatuh, satu kaminting dimasukkan ke kuali. Begitulah
sepanjang malam huingga pagi. Setelah selesai, kaminting-kaminting
tersebut dibuat minyak dan jadilah minyak bintang. Khasiatnya, hamper
mirip dengan ilmu rawarontek, meskipun pemakainya sudah mati, apabila
bintang keluar maka orang tersebut akan hidup kembali.
Setiap
orang yang bauntalan, biasanya mempunyai pantangan, yakni sesuatu yang
tidak boleh dilakuakan. Bisa juga berupa sesuatu yang tidak boleh
dimakan. Namun dengan alas an etika, pria ini enggan menyebutkan jenis
untalan beserta pantangannya. Namun secara umum dijelaskan Pambakal
Ijun, pantangan ini tergantung dengan jenis untalan yang dipakai.
Seperti larangan memakan pisang amas, minum-minuman keras, berzina,
memakan nasi arwah, dan berbagai pantangan lainnya.
Apabila
sesorang memakan atau melanggar pantangan, maka khasiat untalan akan
hilang. Bukan hanya itu, pada jenis untalan tertentu, malah bisa
berakibat langsung pada penggunanya. Misalnya, timbul penyakit kulit
seperti kudis dan kurap, panu atau bahkan bisa membuat yang bersangkutan
gila. “ Orang yang bauntalan harus benar-benar menjaga diri dan
kelakuan agar jangan sampai melanggar pantangan,” ujar Pambakal Ijun
memperingatkan.
Namun
menurut Pambakal Ijun, apapun jenis untalan, semua itu hanyalah suatu
ikhitiar atau istilahnya syariat saja. Kesemuanya tetaplah kembali pada
ketentuan Yang Maha Kuasa. Ia menganalogikan untalan ini seperti
layaknya obat, apabila seseorang sakit dan meminum obat, maka Insya
Allah ia akan sembuh. Namun yang menyembuhkan atau tidak bukanlah obat
itu, tapi Tuhanlah yang memberikan kesembuhan melalui perantara obat
itu. Tuhan memang selalau Maha Kuasa diatas apapun. ***
Sumber : Tabloid Urbana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar