Kamis, 21 November 2013

Kerajinan Kuningan di HSS

Pernah Dapat Penghargaan Dari Presiden

    Seni kriya masyarakat di Hulu Sungai Selatan yang menggunakan bahan baku logam kuningan ada di  Kecamatan Daha Utara dan Daha Selatan. Proses pembuatan benda-benda logam baik logam biasa maupun dari kuningan di daerah Nagara pada awalnya menggunakan cara a cire perdue, yakni pembuatannya menggunakan acuan yang terbuat dari lilin wanyi atau lilin lebah. Lilin acuan dibungkus dengan tanah liat kemudian dipanaskan ke tungku pembakaran. Setelah lilin acuan meleleh ke luar, lalu dituangkan cairan logam ke dalam lobang acuan. Pada benda-benda logam tersebut juga diberi ukiran dengan berbagai motif tradisional.
    Saat ini pengrajin kuningan di Nagara sebagian sudah menggunakan cetakan dari bahan logam yang sama sebagai acuan. Adalah Burhan Nawi, penerima Penghargaan Upakarti Tahun 1989 dari Presiden Soeharto, sebagai pengrajin logam di Nagara yang menciptakan alat cetakan logam pertama yang terbuat dari bahan logam yang sama.
    Seni kriya berbahan dasar kuningan yang dihasilkan sebagian besar adalah peralatan rumah tangga, terutama yang terbuat dari bahan kuningan. Pada alat-alat ini biasanya juga diberi hiasan ukiran berbagai bentuk seperti pada abun, tempat sirih, sasanggan, ceper, dll. Motif-motif yang umum menghiasi peralatan tersebut adalah tumpal, yang dikenal dengan dua macam bentuk. Jika tumpalnya besar maka disebut pucuk rabung, sedangkan tumpal yang kecil dinamakan gigi haruan. Hal ini biasanya digunakan sebagai pembatas antara bagian yang berukir dan bagian yang tidak berukir. Motif-motif lainnya adalah motif tumbuh-tumbuhan, motif binatang, motif wayang, motif garis-garis, kaligrafi, pohon hayat, motif spiral, dsb.
    Beberapa jenis hasil seni kriya berbahan kuningan adalah paludahan (tempat sepah atau ampas makan sirih serta kucur atau air liur yang bercampur bahan kinangan), sasanggan (tempat piduduk atau wadah beras fitrah di malam lebaran Idul Fitri), gayung mandi danuraja (untuk mencucurkan air pada upacara tradisional mandi-mandi, seperti tian mandaring, mandi baya badudus, dll), sarung katam (wadah mata ketam, alat untuk melicinkan kayu), panginangan bokor (wadah bahan kinangan), panginangan burung (wadah bahan kinangan, bisa juga digunakan untuk tempat mas kawin atau jujuran pada waktu upacara maatar jujuran), talam berukir (tempat nasi ketan atau kue-kue tradisional dalam upacara batamat Qur’an, batumbang, dsb), kukuran buaya (mirip alat memarut / menghaluskan daging kelapa, digunakan hanya sebagai hiasan berbentuk buaya dan bersifat magis), tempat ragi (wadah ragi), dll.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar