Rabu, 21 Mei 2014

Menengok Pembuatan Lamang Kandangan

"Tiga Jam di Bara Api, Gurih dan Lamak Manis"

Sambil menyeka peluhnya, Julak (55) bangkit dari duduknya menghampiri tumpukan kayu yang tidak jauh dari bangku kayu ulin itu untuk menghidupkan kembali api yang sudah mulai meredup. Tidak kurang dari 3 jam setiap harinya, ia harus berada di sekitar tumpukan bara api itu, sambil menjaga
Julak membolak-balik bumbung lamang agar masak sempurna
api agar terus membara menghidupi penghidupannya beserta anggota keluarga lainnya. Pekerjaan ini sudah dilakoninya sejak ia masih muda, sekitar 30 tahunan silam.
Waktu yang tidak sebentar itu turut menempanya menjadi pembuat lemang (lamang:Banjar) handal. Ia mengerti betul bagaimana lemangnya harus terasa lemak manis bagi setiap orang yang mencicipinya.
Memasukkan beras ketan ke dalam bumbung
Julak adalah salah satu dari sekian banyak pembuat lamang di Hulu Sungai Selatan. Kabupaten yang beribu kota Kandangan ini tidak hanya terkenal dengan katupat dan dodolnya, tapi juga dengan lamangnya. Tidak mengherankan setiap ada penjualan lamang baik itu dini hari, siang, atau sore hari selalu diserbu pembeli. Lamang Kandangan juga kerap dijadikan oleh-oleh bagi orang yang berkunjung ke Kandangan.
Memasukkan santan ke dalam bumbung yang terlebih dahulu sudah ada ketannya
Bagi Julak, lamang adalah penopang hidupnya. Beserta isterinya ia memasak lamang untuk dijual di pasar Kandangan pada dini hari setiap harinya. Satu bumbungnya Julak biasanya menjualnya dengan harga berkisar antara 25-30 ribu  rupiah sampai 70 ribu rupiah per bumbung. Aktifitasnya dimulai pagi hari. Menyiapkan beras ketan sebanyak 4 blek dan harus direndam dulu selama 2 jam sebelum dicuci bersih.  “Berasnya harus dicuci bersih, bila tidak, maka lamangnya akan cepat basi,” terangnya. Setelah itu ia mesti menyiapkan lagi santan dari 20 biji kelapa untuk nantinya dicampur dengan beras ketan agar lamang terasa lamak manis.
Lamang biasanya dimasak dalam sebuah batang bambu dari jenis buluh. Bambu buluh yang kemudian disebut bumbung itu mempunyai tekstur kulit yang tipis dengan buku-buku yang panjang, bahkan mencapai 1 meter lebih antara buku yang satu dan buku yang lainnya. Untuk memperoleh buluh yang bagus biasaya Julak mendapatkannya dari langganannya sendiri yang mengantar ke rumahnya.
Beserta sang isteri dengan cekatan Julak memasukkan daun pisang muda sesuai dengan lebar mulut bumbung buluh tersebut. Satu persatu dimasukkannya sampai kemudian tiba saatnya memasukkan beras ketan ke dalam bumbung itu. setelah semuanya terisi maka selanjutnya dimasukkan santan kelapa dan akhirnya dimasak dengan posisi tegak saling berhadapan mengelilingi api.
Lamang menunggu matang
Memasak inilah yang membutuhkan waktu lama, ketelatenan dan kesabaran untuk menghasilkan lamang yang masak seutuhnya. Selain menjaga api agar tetap stabil, membolak-balikkan dan memiringkan bumbung juga harus jadi perhatian ketika memasak.
Panganan lamang biasa dinikmati beserta dengan telur asin, sambal sate atau bisa juga dengan kacang sayur yang sudah dimasak beserta bumbu-bumbu lainnya.
Penjual lamang di pasar Kandangan
Rasa gurih dan khas lamang Kandangan inilah yang kemudian menggugah pemerintah setempat untuk mencatatkan panganan khasnya sebagai lamang terpanjang di Musem Rekor Indonosia (MURI) pada hari jadinya Desember lima tahun silam.

sumber :: http://www.tagayanhijau.com/2011/10/menengok-pembuatan-lamang-kandangan.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar